JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Peringatan Sumpah Pemuda dan Hari Santri tahun ini menghadirkan momentum refleksi pembangunan Indonesia. Salah satu sorotan utama datang dari Senator Lia Istifhama, yang menekankan pentingnya otonomi daerah berkeadilan sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan yang juga berbasis nilai spiritual.
Senator asal Jawa Timur ini menekankan bahwa keberhasilan pembangunan daerah tidak hanya diukur dari infrastruktur fisik, tetapi juga dari keadilan distribusi sumber daya dan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). “Kalau mau sukses, belajarlah kepada orang yang sudah sukses. Jangan belajar dari yang gagal dan ruwet. Belajar langsung, one shot one goal. Pikiran itu harus segera konek dengan realitas,” ujar Ning Lia dalam acara diskusi daring yang diselenggarakan komunitas pemuda dan santri.
Ia menjelaskan, pemahaman terhadap algoritma sosial sama pentingnya dengan pemahaman otonomi daerah. “Generasi digital perlu memahami preferensi publik, data, dan arus informasi untuk membangun narasi kebaikan. Hal ini relevan untuk memastikan pembangunan merata dan berkeadilan,” tambahnya.
Dalam perspektif sejarah pemikiran Ibnu Khaldun, peradaban tumbuh karena solidaritas sosial (asabiyyah) yang mendorong kemajuan politik, ekonomi, dan moral. Senator Lia menerjemahkan konsep ini ke konteks modern Indonesia. Otonomi berkeadilan, menurutnya, bukan sekadar desentralisasi administratif, tetapi penguatan kohesi sosial antarwilayah agar tidak terjadi ketimpangan antara pusat dan daerah.
Sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai versi ARCI, Lia menekankan bahwa pembangunan harus berpihak pada masyarakat akar rumput. “Pembangunan bukan hanya soal fisik, tetapi juga pendidikan dan spiritualitas yang menopang daya saing manusia,” jelasnya.
Ia menyoroti peran santri dan pemuda sebagai aktor perubahan. Nilai-nilai ijtihad dan ikhlas santri dikombinasikan dengan kreativitas digital pemuda dapat menjadi kekuatan baru dalam pembangunan berkeadilan. “Sebagaimana pesan Ibnu Khaldun, bangsa akan bertahan selama moralnya tegak. Dan seperti kata Fairclough, bahasa bisa mengubah dunia. Maka ketika pemuda dan santri bersatu dalam visi otonomi berkeadilan, Indonesia sedang menulis bab baru dalam sejarah peradabannya,” ujar Senator cantik itu.
Lia menegaskan bahwa momen Sumpah Pemuda dan Hari Santri bukan sekadar seremonial. “Ini pengingat bahwa bangsa ini berdiri di atas semangat belajar, bersatu, dan berjuang. Keberlanjutan sejati lahir dari keadilan, spiritualitas, dan keberanian berpikir maju,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin









