SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Pada hari ini Kamis, (27/2), Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Surabaya di Jl. Kidal, Surabaya didatangi oleh orang yang tidak dikenal yang mengaku berasal dari gabungan Ormas.
Kedatangan mereka mengancam warga dari Tumpang Pitu dan Salakan dan kawan-kawan aktivis LBH Surabaya, agar warga dan pendamping tidak lagi menggelar aksi menolak tambang emas di depan kantor Gubernur Jawa Timur.
Menanggapi persiapan itu, WALHI Jatim mengecam keras tindakan yang sarat dengan kekerasan dan ancaman terhadap warga Banyuwangi dan aktivis LBH Kota Surabaya.
Tindakan yang dilakukan oleh gabungan ormas ini merupakan upaya untuk membungkam suara kritis warga yang menolak tambang emas.
“Kami menilai tindakan premanisme ini menunjukkan semakin menyempitnya ruang demokrasi bagi rakyat yang memperjuangkan hak-haknya,” ucap Direktur WALHI Jatim, Rere Christanto. Seperti yang dilansir sabdanews.com. Kamis, (27/2/2020).
Aksi pendudukan di depan kantor Gubernur Jawa Timur yang dilakukan oleh warga Tumpang Pitu dan Salakan selama beberapa hari ini, lanjut Rere sama sekali tidak melanggar hukum.
“Penolakan warga melalui bentuk aksi pendudukan di depan kantor Gubernur Jawa Timur merupakan bagian dari penyampaian pendapat dan aspirasi warga yang dilindungi oleh konstitusi,” tegasnya.
Penolakan warga terhadap tambang emas yang akan mengancam lingkungan hidup dan ruang hidup warga di sekitar lokasi tambang emas di Banyuwangi, sesungguhnya menjadi bagian dari peran masyarakat di dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami juga melihat tindakan ini tidak akan terjadi jika Gubernur Jawa Timur memiliki kemauan politik yang baik untuk menemui warga, mendengarkan suara rakyatnya dan berdiskusi. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa warga Tumpang Pitu dan Salakan Banyuwangi sudah seminggu menduduki kantor Gubernur Jawa Timur,“ kata Rere.
Sejatinya warga hanya berharap bisa menyampaikan penolakan terhadap industri tambang emas PT. BSI dan PT. DSI di Tumpang Pitu, secara langsung kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Namun hingga saat ini, Gubernur Khofifah masih belum mau menemui warganya.
“Karenanya, kami juga mendesak Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa untuk segera menemui warga, dan memastikan tidak ada lagi ancaman terhadap warga Tumpang Pitu dan Salakan, dan siapapun yang mendukung perjuangan penyelamatan Tumpang Pitu dan Gunung Salakan,” pinta pria berambut gondrong ini.
Agar peristiwa seperti ini tidak terus berulang, pada akhirnya WALHI juga mendesak agar negara segera mengeluarkan kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap pembela lingkungan hidup dan HAM.
Pernyataan sikap WALHI Jatim ini juga mendapat dukungan dari WALHI di 28 Provinsi lain di Indonesia. Diantaranya, WALHI Jawa Tengah, Jogyakarta, Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Papua, NTT, NTB, Maluku Utara hingga Bali. (Tis/Ari)