PASURUAN, RadarBangsa.co.id – Sebanyak 10 orang dari keluarga korba pencabulan, pada Sabtu (09/05) mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pasuruan, kedatangan mereka terkait vonis bebas yang di jatuhkan majelis hakim terhadap kasus persetubuhan anak, dengan terdakwa marsudi (53) warga Dusun Betro Desa Wonosonyo, Kecamnatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Wakil Ketua LPA Pasuruan, Daniel Effendi ,yang di temui www.radarbangsa.co.id. mengatakan pihak LPA pun berencana untuk mengadukan tiga hakim yang memutus bebas itu, ke presiden.
“Putusan bebas dijatuhkan hakim untuk Marsudi, benar-benar menyakitkan Korban menjadi trauma dengan keputusan bebas itu,” katanya.
Menurut Daniel, keputusan majelis hakim yang lebih memihak kepada terdakwa sangat tidak masuk akal.
Hingga akhirnya, mengabaikan keterangan korban yang sebenarnya adalah saksi kunci dalam kasus ini.
“Tidak semestinya majelis hakim memutuskan bebas pelaku persetubuhan anak.
Apalagi, dengan alasan tidak ada saksi. Itu sangat tidak masuk akal sekali, dalam kasus UU Perlindungan Anak, korban dalam perkara itu, adalah saksi.
Apalagi dengan handphone yang dijadikan acuan. Dimana, disebut-sebut terdakwa gaptek dan tidak memiliki handphone android itu sangat tidak relevan,” lanjutnya.
Daniel juga menambahkan pihaknya memilih untuk mengadukan persoalan ini ke tingkat lebih tinggi.
“Kami akan mengadukan tiga majelis hakim dalam perkara ini, yakni Delta Tamtama selaku Ketua Majelis Hakim, Sugeng Harsoyo dan Amirul Faqih Hamzah selaku anggota majelis ke Komisi Yudisial. Bahkan, kami juga akan mengadukan ke Presiden,” ujarnya.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan persetubuhan anak, lolos dari tuntutan hukuman 11 tahun, setelah dianggap tidak bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bangil.
Aksi bejat mantan Kepala Dusun Betro itu berlangsung sejak 2015 hingga 2017. saat korban masih berusia 12 tahun. Modusnya, dengan mengajak korban untuk menonton film porno. Selanjutnya, terdakwa mengajak korban masuk ke kamarnya. Korban yang masih tercatat tetangganya itu, kemudian disebutuhi di dalam kamar.
Akhirnya pada 14 Agustus 2014, pihak kepolisian menangkapnya dan dijerat atas pelanggaran pasal 81 UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dalam perjalanan persidangan, terdakwa dituntut 11 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.
Namun sayangnya pada Senin (04/05), majelis hakim memiliki yang diketuai oleh Delta Tamtama, memilih untuk membebaskan terdakwa, dengan dianggap tidak ada bukti.
(Adk/Ek)