JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan empat pulau—Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Kete sebagai wilayah administrasi Provinsi Aceh disambut positif oleh berbagai kalangan. Salah satu apresiasi datang dari Anggota DPD RI, Dr. Lia Istifhama, yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk keadilan dan solusi atas sengketa batas wilayah.
“Ini keputusan yang sangat bijak dan solutif. Pemerintah telah menunjukkan bahwa keadilan historis dan administratif tetap menjadi dasar dalam menjaga kedaulatan dan kedamaian bangsa,” kata Ning Lia, sapaan akrab Lia Istifhama, dalam keterangannya, Kamis (20/6/2025).
Ia mengapresiasi keberanian Presiden Prabowo dalam mengambil keputusan strategis yang mempertimbangkan aspirasi masyarakat lokal.
Menurutnya, pengembalian empat pulau ke Aceh bukan sekadar persoalan batas administratif, tetapi juga mencerminkan penghormatan terhadap sejarah, kesepakatan formal, dan suara masyarakat yang selama ini memperjuangkan haknya secara konstitusional.
“Keputusan ini bisa meminimalkan potensi konflik horizontal dan memperkuat kohesi nasional. Yang paling penting, ini menunjukkan bahwa suara rakyat, termasuk masyarakat adat dan tokoh-tokoh daerah, benar-benar didengar dan dihargai,” tegasnya.
Ning Lia juga menilai keputusan ini memperkuat peran DPD RI sebagai representasi daerah dalam sistem ketatanegaraan.
“Kita ingin Indonesia tetap utuh dalam keberagaman. Menghormati hak-hak daerah dalam bingkai NKRI adalah cara kita menjaga keadilan, stabilitas, dan persatuan. Ini bisa menjadi preseden baik bahwa persoalan tapal batas dapat diselesaikan secara adil, berdasar hukum yang kuat,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan menyatakan bahwa Presiden Prabowo mengambil keputusan setelah mempelajari laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, termasuk sejumlah dokumen yang memperkuat klaim Aceh.
Salah satu dokumen penting yang menjadi rujukan adalah Kesepakatan Bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar. Perjanjian itu disaksikan langsung oleh Mendagri saat itu, Rudini, dan merujuk pada batas wilayah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956.
Kesepakatan tersebut secara eksplisit menyebut bahwa keempat pulau berada dalam wilayah administratif Aceh, menjadi landasan kuat dalam pengambilan keputusan pemerintah pusat.
Gubernur Aceh terpilih, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, menyambut baik keputusan Presiden. Ia menegaskan sejak awal meyakini keempat pulau tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari Aceh.
“Bukti kita lengkap secara historis, geografis, dan kependudukan. Ini bukan sekadar wilayah, tapi bagian dari identitas Aceh,” tegas Mualem.
Dengan keputusan ini, pemerintah pusat diharapkan dapat terus mengedepankan pendekatan dialogis dan berbasis hukum dalam menyelesaikan persoalan batas wilayah lainnya di Indonesia, demi menjaga keutuhan NKRI.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin