PASURUAN, RadarBangsa.co.id – Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Pasuruan terus memperluas jangkauan pelatihan kerja bagi masyarakat. Selain mengadakan pelatihan di Unit Pelaksana Teknis Latihan Kerja Daerah (UPT LKD), Disnaker juga menerapkan program pelatihan berbasis kompetensi melalui Mobile Training Unit (MTU) Gelombang II yang langsung digelar di desa-desa.
Sedikitnya tujuh desa telah menerima manfaat program ini, antara lain Desa Bulukandang di Kecamatan Lumbang, Desa Kedungpengaron di Kecamatan Kejayan, Desa Sambisirah di Kecamatan Wonorejo, Desa Dompo di Kecamatan Kraton, serta Desa Pekoren di Kecamatan Rembang. Program serupa juga akan diperluas ke wilayah lainnya.
Kepala Disnaker Kabupaten Pasuruan, Heru Farianto, menjelaskan bahwa pelaksanaan MTU bertujuan untuk memfasilitasi warga desa yang belum memiliki pekerjaan maupun keterampilan khusus. Melalui pelatihan ini, masyarakat diharapkan mampu mengembangkan keahlian sesuai potensi daerahnya.
“Kami menjemput bola dengan menghadirkan pelatihan langsung di desa. Pemerintah desa mengajukan jenis pelatihan sesuai kebutuhan dan minat warganya. Setelah diverifikasi, kami kirim instruktur dan perlengkapan ke lokasi pelatihan,” ujar Heru, Selasa (21/10/2025).
Heru menambahkan, setiap peserta tidak hanya mendapatkan materi teknis sesuai bidang pelatihan, tetapi juga pembekalan soft skill terkait kewirausahaan. Pembelajaran ini diharapkan menumbuhkan jiwa mandiri dan mendorong peserta untuk menciptakan lapangan kerja baru di lingkungannya.
Program MTU berlangsung selama 30 hari kalender untuk setiap paket pelatihan, dengan jumlah peserta sebanyak 16 orang per kelompok. “Misalnya di Desa Kedungpengaron, pelatihan yang diberikan adalah membatik, karena sesuai potensi lokal dan minat masyarakat di sana,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala UPT LKD Kabupaten Pasuruan, Muhammad Farid Ardiansyah, mengatakan pelatihan yang diberikan melalui MTU meliputi berbagai bidang keterampilan, seperti membatik, menjahit pakaian, pengolahan hasil makanan dan minuman, hingga pembuatan roti dan kue.
“Materi dan fasilitasnya sama seperti pelatihan di BLK Rejoso. Hanya tempatnya saja yang berbeda, karena kami membawa langsung peralatan dan instruktur ke desa,” kata Farid.
Selama pelatihan, peserta mendapatkan sejumlah fasilitas penunjang, mulai dari uang transportasi, perlengkapan praktik, seragam, sepatu, tas, alat tulis, hingga jaminan asuransi ketenagakerjaan.
Menurut Farid, pendekatan pelatihan berbasis desa ini menjadi solusi efektif untuk menjangkau masyarakat yang kesulitan mengakses pelatihan di pusat kota. Dengan sistem jemput bola, warga dapat belajar tanpa harus meninggalkan aktivitas sehari-hari.
Heru berharap, setelah mengikuti pelatihan MTU, para peserta mampu memanfaatkan keterampilan yang diperoleh untuk membuka usaha mandiri atau meningkatkan daya saing di dunia kerja. “Tujuan akhirnya adalah kemandirian ekonomi masyarakat desa,” tutupnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin