SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Kelangkaan elpiji 3 Kg di sejumlah wilayah Jawa Timur mendapat perhatian serius dari Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur.
Ketua YLPK Jatim, Drs. M. Said Sutomo menilai Pemerintah sangat lemah dalam perencanaan dan pelaksanaan distribusi barang-barang bersubsidi terutama barang kebutuhan dasar rumah tangga rakyat miskin sehari-harinya terhadap ketersediaan gas LPG.
“15 tahun yang lalu ketika tabung gas LPG pertama kali diluncurkan sebagai pengganti minyak tanah, saya sudah mewanti-wanti distribusi harus benar berdasar nama (by name) dan alamat (by adress) bagi rakyat miskin yang berhak menerima subsidi. Selain itu sebagai bentuk pelayanan publik dengan konsep Smart City (Kota Cerdas) dan Smart Country (Negara Cerdas),” papar Said, panggilan karibnya, Senin (31/7/2023).
Hal itu lanjut Said, baik dalam perencanaan distribusi dengan cara manual (konvensional) bagi penduduk yang ada di pedesaan atau pulau terpencil, maupun dengan cara digital bagi penduduk yang ada di perkotaan berdasarkan Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diundangkan pada tahun 2008 tertuang di Pasal 40 ayat (1) yang menegaskan bahwa Pemerintah memfasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik terutama bagi para agen atau pangkalan gas LPG dan konsumennya, sehingga sistem pendistribusian tepat sasaran.
“Tidak seperti Presiden Jokowi lempar-lempar uang sumbangan di tengah-tengah kerumunan manusia, sehingga rakyat berebut dan berlaku sistem hukum hutan rimba, siapa yang kuat dialah yang dapat kesempatan mendapatkan bagian,” sentilnya.
Di sisi lain dirinya juga melihat Pemerintah secara sepihak berasumsi bahwa jumlah penduduk miskin diyakini berkurang, sehingga secara sepihak pula Pemerintah mengurangi volume barang-barang bersubsidi seperti pupuk, BBM Pertalite dan gas LPG.
Sedangkan menurutnya kenyataan riilnya kehidupan rakyat semakin sulit, maka justru jumlah kemiskinan makin bertambah, sehingga terjadi migrasi kebutuhan rakyat terhadap barang-barang bersubsidi yang lebih murah semakin meningkat.
“Ditambah lagi peranan Pemerintah Pusat, Provinsi, Kota dan Kabupaten tidak efektif dalam pengawasan distribusi peruntukkan barang-barang bersubsidi seperti gas LPG kepada rakyat yang benar-benar berhak menerima subsidi, karena sistem pendataannya terhadap rakyat miskin sangat lemah,” kritiknya.
Sebenarnya urai Said, para agen atau pangkalan barang-barang bersubsidi tidak berhak mengkonsumsi karena bukan termasuk rakyat miskin, tapi menurutnya siapa yang berani mengawasi dan menegur mereka.
“Dari hulunya saja sistem distribusi gas LPG dan lainnya sangat tidak berkeadilan bagi rakyat miskin Indonesia,” sesalnya menutup perbincangan.