PAPUA BARAT- SORONG, Radarbangsa.co.id – Tak ada firasat sama sekali di benak ibu Regina Heatubun hingga harus kehilangan anak kandungnya sekaligus putra kesayangannya Savio Rahangmetan, Begitupun dengan keluarganya.
Savio, sapaan akrab korban tewas menggunakan pisau saat berada di depan Mesjid Al-Jihad Kota Sorong oleh oknum tak di kenal, sampai detik ini masih menyisahkan duka mendalam bagi pihak keluarga, khususnya ibu Regina sebagai ibu kandung korban.
Saat di temui oleh tim warta Radarbangsa di rumah kediamanya, ibu Regina Heatubun mengaku masih sangat terluka oleh peristiwa itu yang menyebabkan anak kandungnya, Savio Rahangmetan meninggal dunia.
Beliau bahkan tidak kuasa menahan air matanya saat di wawancarai oleh tim media Analis News di rumah kediamannya. Kampung Kai Sorong, 02/06/2020.
Beliau mengatakan dalam pertemuan itu bahwa seorang ibu mana yang tidak terluka melihat anak kandungnya direrenggut nyawanya oleh perbuatan manusia, bukan kehendak Tuhan.
“Biar kam sembayang sudah, tapi ini bukan kehendak Tuhan. Ini bulan Rosayo katolik punya, anak ini mati karna perencanaan pembunuhan”, ucap ibu Regina.
Ibu Regina juga menceritakan bahwa, pelaku yang telah di ketahui identitasnya merupakan teman-teman lama korban, yang diduga memiliki motif dendam pribadi.
Mengingat korban adalah mantan atlit Kick Boxing/Petinju yang telah beberapa kali memenangkan turnament lokal.
Pada saat peristiwa terjadi, banyak saksi yang melihat secara langsung kejadian itu, mereka mengatakan bahwa jumlah Pelaku lebih dari dua orang.
Namun fakta-fakta ini sedikit miris mengingat hanya dua orang yang tetapkan sebagai tersangka dalam kejadian itu.
Ibu Regina “Kami sedikit kecewa dengan proses hukum yang di lakukan oleh pihak yang berwajib, karena para saksi telah menjelaskan bahwa pada saat kejadian itu jumlah pelaku lebih dari 2 orang,
Anak ini meninggal, dan dia juga punya seorang istri dan 5 orang anak. Anak ini bukan binatang, dia punya keluarga, dia juga punya adat”.
Mualif Renwarin sebagai kepala suku adat kai di kota sorong juga menjelaskan dalam pertemuan sore itu, bahwa setelah kejadian, pihak aparat berusaha melakukan mediasi antara pihak korban dan pelaku.
“Setelah kejadian, POLRES Sorong Kota memberikan surat undangan mediasi pertama yang akan dilakukan pada tanggal 11 Mei lalu, namun dari pihak keluarga korban sama sekali tidak tahu kalau ternyata undangan itu akan mempertemukan antara pihak keluarga korban dan pihak keluarga pelaku” Terang bapak Mualif.
“Saya selaku kepala suku adat Kai di Kota Sorong tidak bisa berbuat lebih, karena anak ini juga masih berhubungan darah dengan saya punya garis keturunan, jadi sepenuhnya saya kembalikan kepada keluarga dekat korban (orang tua, istri dan anaknya)”, Jelasnya.
“Pada saat Mediasi pertama itu sempat di hadiri oleh pihak pelaku, dari keluarga momoth/kalabra, (salah satu di antara dua pelaku) namun salah satunya lagi tidak hadir, yaitu dari pihak Remon.
Ini yang buat kita tidak ingin membicarakannya dulu, karna semua pihak dari pelaku harus lengkap, jadi kita minta untuk tunda pertemuan ini”, tambahnya.
Setelah pertemuan itu usai, selang beberapa waktu kemudian POLRES Sorong Kota kembali memberikan undangan mediasi ke dua untuk mempertemukan pihak keluarga korban dan keluarga pelaku yang akan dilakukan pada 28 Mei lalu.
Dalam pertemuan mediasi ke dua yang bertempat di Kantor POLRESTA Sorong Kota tersebut dihadiri oleh pihak keluarga korban dan keluarga pelaku.
Mualif Renwarin “Pada saat pertemuan mediasi ke dua ini, pihak keluarga korban menjelaskan bahwa antara pihak korban dan pelaku ini sama-sama memiliki adat, jadi persoalan ini akan kita selesaikan secara adat”.
Dalam pertemuan tersebut, istri korban ibu Marlin meminta kepada pihak pelaku agar dapat memenuhi denda adat sebesar 1,5 M kepada keluarga korban.
Namun dari pihak pelaku saat itu hanya memiliki kekuatan dana untuk ganti rugi sebesar 21 juta rupiah.
“Ibu Marlina Rumsumbre” Saya memiliki 5 orang anak yang harus di nafkahi se-umur hidup, suami saya sekarang telah meninggal karena terbunuh, lantas siapa yang akan menafkahi 5 orang anak saya lagi.
Lagian ini bukan persoalan nominal harga atau apapun itu, tapi ini persoalan tanggungjawab keluarga pelaku dan sekaligus termasuk tanggungjawab adat, agar kelak ini akan menjadi bahan pembelajaran untuk kita semua agar tidak terulang lagi kedepannya”.
Membobotinya Bapak Mualif juga menerangkan “Sebagai gambaran saya selaku kepala suku, telah mengatasi permasalahan-permasalahan yang selama ini saya selesaikan bukan melalui proses hukum tapi secara adat.
Seperti kejadian pada beberapa bulan lalu, ada anak kai yang tidak sengaja tabrak mati orang moi batu payung disana, saya selaku kepala suku berupaya untuk selesaikan persoalan ini secara adat. Saya memberikan 25 Juta untuk biaya pemakaman.
Setelah pemakaman, 2 minggu kemudian kita pertemuan lagi dengan pihak korban, dan dari pihak korban meminta denda adat lagi sebesar 270 Juta. Itu sebagai gambaran, itu anak meninggal karena kecelakaan murnih loh, tidak ada unsur pembunuhan disini. Tapi ini kan pembunuhan sadis namanya”, Terangnya.
“Kebiasaan katong di papua ini, hal-hal begini kan harus adat. Nah ini lah yang mau saya sampaikan bahwa apakah kita dapat menunjukan etikat adat yang sesungguhnya atau tidak, oleh karena itu saya sampaikan pengalaman pengertian itu supaya dapat dimengerti” Tambah bapak Mualif.
Kita adat Kai itu jika ada persoalan seperti ini meski kita hidup di rantau, kita tidak akan mungkin lupa satu dengan yang lainya, kita akan saling tolong menolong, sebab persoalan dia adalah persoalan kita semua, masalah dia adalah masalah kita semua. Selesaikan itu dia punya beban kubur ka beban mayat intinya itu adalah tanggungjawab kita bersama”Jelas bapak Mualif.
Kini mediasi memasuki tahap ketiga, sesuai dengan agenda pertemuan mendatang yang akan di laksanakan pada tanggal 10 Juni 2020 di Kantor POLRES Kota Sorong.
(Erwin Syah Rahakbauw)