LAMPUNG SELATAN,RadarBangsa.co.id –Informasi kapal Mehad 1 sudah mendapatkan surat ijin berlayar dari Syahbandar dan hari berencana akan berlayar menuju lokasi penambangan pasir disekitar Gunung Anak Krakatau (GAK).
Diketahui, Tuan Steven dan Mario selaku Penchater dari PT Lautan Indonesia Persada (LIP) akan memaksakan diri dan tetap ngotot akan melakukan bergerak menuju Pulau Sebesi – Krakatau untuk menyedot pasir hitam krakatau.
Mendapat kabar itu, hari ini dijadualkan masyarakat Adat, LSM, Nelayan Pulau Sebesi dan Himpunan Nelayan Pesisir-Kalianda akan mendatangi kantor Syahbandar Cabang Bakauheni Lampung Selatan selaku pemberi ijin berlayar kapal keruk PT LIP.
Hal terserbut dikatakan Ketua LSM Amak Raja Ruslando dengan adok Temenggung Tongkok Podang kepada media melalui telefon selulernya. Senin (30/12/2019).
Ruslando menegaskan, kedatangan nelayan, LSM dan masyarakat adat untuk menegaskan kepada Syahbandar untuk mencabubt ijin berlayar kapal Mehad 1 yang dikeluarkan olehnya.
“Kami akan memberikan pernyataan agar kapal keruk Hehad 1 jangan berlayar menuju pulau Sebesi – sebuku dan meminta kapal keruka pasir hitam untuk pergi meneinggalkan perairan laut Bakauheni,” tegas Ruslando.
Menurut Ruslando, pernyataan itu diberikan karena masyarakat Lampung Selatan menolak adanya aktivitas penambangan paris hitam krakatau disekitaran Gunng Anak Krakatau – Pulau Sebesi Kecamatan Rajabasa.
Karena lanjut dia, akibat pengerukan pasir krakatau tersebut akan bendampak bencana tsunami dari runtuhnya Gunung Anak Krakatau seperti 22 Desember 2018 lalu.
Selain itu, lanjut Ruslando, dampak lainya jelas akan berkurangnya dan bahkan hilangnya hasil tangkapan ikan nelayan akibat kerusakan ekosistem alam didasar laut akibat mesin penyedot pasir krakatau.
“Kami menolak pengerukan pasir laut area pulau sebesi dan Pulau krakatau ada alasan, Quarinya adalah daerah tangkapan nelayan, akan merusak biota laut, Kerusakan terumbu karang, hilangnya ikan ikan, terjadi abrasi, terjadi Erosi ya akan menimbulkan tsunami,” jelasnya.
Kemudian lanjut dia, apapun bentuk dan dalihnya masyarakat adat, LSM dan Nelayan khususnya masyarakat Kecamatan Rajabasa-Kalianda menolak dengan tegas aktivitas tambangan pasir krakatau oleh PT LIP atau perusahaan lainnya.
“Demi terciptanya Lapung Selatan tetap kondusif, Selamatkan pasir laut hitam gunung anak krakatau dan Selamatakan juga Gunung Raiabasa yang akan dibor,” imbuhnya seraya belum diketahui kapan kapal Medah bergerak, karena masih dilaut sekitaran ruguk -Bakauheni.
Untuk diketahui kata Ruslando, kita ketahui saat bencana tsunami tahun lalu, banyak korban berjatuhan baik do Lamsel maupun Serang Banten, hal ini jelas akibat tsunami yang disebabkan runtuhnya Gunung Anak Krakatau (GAK).
“Bahkan masyarakat serta nelayan di anyer serta Sumur di pandeglang menolak pengerukan pasir, karna korban mati di sumur pandeglang lebih banyak,” tutupnya.
Dilain sisi, Pangeran Penyimbang Agung Saibatin Marga Rajabasa dengan tegas bahwa dirinya menolak dan tidak pandang bulu terkait pengerukan pasir hitam krakatu oleh PT LIP.
Sebab kata Pangeran, kawasal Pulau Sebesi dan Gunung Anak Krakatau (GAK) sebagai cagar budaya yabg harus dilindungi dan tetap lestari, selain itu kasawan itu masuk wilayah Marga Rajabasa.
“Saya Pangeran Penyimbang Agung Marga Rajabasa menolak bentuk aktivitas penambangan atau pengerukan pasir krakatau, sebab jelas dampaknya luar biasa. Secara geografis batas wilayah kehadatan laut pulau krakatau sekitarnya, sebesi, sebuku adalah wilayah adat marga Rajabasa,” pungkasnya. (Rizki)