JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Rokok kembali menjadi topik hangat setelah perdebatan publik soal insiden di sebuah SMA di Banten, di mana seorang kepala sekolah diberhentikan karena menampar siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Peristiwa itu memunculkan perbincangan lebih luas tentang dilema industri rokok di Indonesia: antara penyumbang besar pendapatan negara dan dampaknya terhadap dunia pendidikan.
Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menyebut rokok sebagai “surga pajak” bagi pemerintah, tetapi sekaligus “bumerang” bagi pembentukan karakter generasi muda.
“Coba bayangkan, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) saja hingga Juli 2025 tercatat mencapai Rp121,98 triliun, naik 9,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp111,23 triliun,” ujar Jerry melalui sambungan telepon, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, angka tersebut menunjukkan betapa besarnya kontribusi industri rokok terhadap kas negara. Namun, di balik itu ada konsekuensi sosial yang serius, terutama bagi dunia pendidikan. Ia menilai, kasus kepala sekolah di Banten menjadi cerminan betapa kompleksnya persoalan moral dan disiplin di sekolah ketika berhadapan dengan kebiasaan merokok di kalangan pelajar.
“Sebetulnya salah juga menampar, tapi saya melihat ada sisi benarnya. Sekolah bukan tempat merokok. Harus ada sanksi yang tegas bagi siswa yang melanggar disiplin seperti ini,” kata Jerry.
Ia menilai perlu ada pembaruan regulasi dalam sistem pendidikan nasional agar perilaku pelajar terkait rokok bisa diatur secara lebih jelas. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu direvisi untuk memasukkan pasal yang menegaskan sanksi bagi siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
“Harus ada aturan yang memungkinkan siswa yang merokok diberi sanksi administratif, misalnya dipindahkan atau diberhentikan sementara. Itu bagian dari pendidikan karakter,” ujarnya.
Selain itu, Jerry juga menyoroti maraknya warung di sekitar sekolah yang menjual rokok secara bebas kepada pelajar. Ia menyebut praktik tersebut sebagai masalah klasik yang belum tertangani serius oleh pemerintah daerah.
“Warung yang menjual rokok kepada pelajar sebaiknya dikenai pidana kurungan tiga sampai enam bulan. Saya sering melihat sendiri, anak-anak SMA bisa dengan mudah membeli rokok di luar pagar sekolah. Ini berbahaya,” tegasnya.
Terkait kasus pemecatan kepala sekolah di Banten, Jerry menilai keputusan tersebut layak dikaji ulang. Ia berpendapat, tindakan kepala sekolah tersebut bisa dipahami sebagai bentuk ketegasan dalam menegakkan disiplin.
“Pemecatan itu seharusnya jadi bahan evaluasi. Kepala sekolah bukan berbuat kriminal, dia hanya berusaha menegakkan aturan di sekolah. Ini bisa menjadi pelajaran etika situasional bagi semua pihak,” tuturnya.
Jerry berharap pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera mengambil langkah konkret untuk menjaga lingkungan pendidikan tetap sehat dan bebas dari pengaruh rokok.
“Kalau rokok sudah masuk ke sekolah, masa depan bangsa ikut terancam,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin