SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Terdakwa HH (63) dalam perkara perbuatan tidak menyenangkan kepada Builiding Manager (BM) Apartemen One Icon Residence, Agustinus Eko Pudji Prabowo pada 5 Juni 2023 lalu mengajukan Nota Pembelaan atau Pledoi pada lanjutan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (23/9/2024).
Sebelumya, Terdakwa Heru Herlambang Alie yang merupakan pemilik sekaligus penghuni apartemen One Icon Residence ini dituntut 9 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya karena dianggap terbukti melanggar Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Dalam Nota Pembelaannya, I Komang Aries Dharmawan, S.H, M.H, selaku Penasihat Hukum (PH)-nya Terdakwa Heru Herlambang meminta Majeis Hakim yang memeriksa perkara ini agar mengeluarkan penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo (korban) telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi di PN Surabaya pada 8 Juli 2024 lalu.
Advokat yang karib dipanggil Komang itu lantas menjelaskan pertama, terkait keterangan saksi yang menyatakan Terdakwa tidak pernah minta maaf, padahal faktanya Terdakwa sudah dua kali memminta maaf saat proses Restorative Justice (RJ) di Polsek Tegalsari dan Kejari Surabaya.
“Kedua, saksi mengaku memiliki kantor disamping lobby apartemen, namun fakta lain yang disampaikan saksi lainnya yakni Yosifar Endika Satriya bagian Receptionist dan saksi Nyomaris Dianto sebagai satpam apartemen yang menyebut kantor saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo bukan berada di samping lobby apartemen melainkan ada di lantai I,” beber mantan Wartawan ini.
Menurutnya, berdasarkan kebohongan-kebohongan tersebut, pihaknya kata Komang memohon kepada Majelis Hakim untuk mengeluarkan penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo telah memberikan keterangan palsu diatas sumpah, sebagaimana dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHAPidana Pasal 242 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
“Sedangkan dalam KUHAPidana Pasal 242 ayat (2) berbunyi jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan Tersangka, Terdakwa, atau pihak lawan, pidananya ditambah 1/3,” imbuhnya.
Selain itu, dalam pledoinya Komang juga memohon kepada Majelis Hakim agar menjatuhkan vonis bebas kepada Terdakwa Heru Herlambang karena perbuatan yang dilakukan Terdakwa Heru Herlambang karena spontanitas dan tidak ada mens rea atau niat jahat.
“Menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, Membebaskan Terdakwa Heru Herlambang Alie dari semua tuntutan hukum (Vrijspraak),” tegasnya saat membacaan Pledoi nota di ruang sidang Kartika 2 PN Surabaya.
Ia menambahkan alat bukti yang dijadikan barang bukti berupa 1 Flashdisk merek SanDisk 64 GB yang berisi hasil rekaman CCTV peristiwa kejadian juga menjadi alasannya meminta Terdakwa Heru Herlambang di vonis bebas.
“Barang bukti tersebut diperoleh dengan cara yang tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan materiil sebagaimana diatur oleh UU sebab disita dari Fajar Kurniawan Eka Ramadhan dan tidak dijadikan saksi dalam BAP dan juga tidak pernah diputar dalam persidangan,” ungkapnya.
Komang juga meminta Majelis Hakim mengabaikan keterangan Ahli Hukum Pidana dari Unair Surabaya, Sapta Arilianto, S.H., M.H., LL.M dari Universitas Airlangga lantaran tidak cermat dan teliti dalam memberikan keterangan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di atas sumpah saat proses penyidikan yang tidak sesuai keterangannya dengan satu dan lainnya.
Pasalnya menurutnya dalam BAP Nomor 2 yang telah diparaf dan ditandatangani, Ahli Hukum Pidana ini dengan jelas dan terang menyatakan dirinya diperiksa memasuki pekarangan orang lain tanpa hak.
Namun lanjutnya di dalam keterangan lainnya, Ahli Hukum Pidana tersebut menjelaskan tentang unsur-unsur Pasal 335 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan JPU.
“Ahli Hukum Pidana itu juga tidak pernah melihat langsung alat bukti berupa rekaman CCTV kejadian dan hanya dipertunjukkan foto-foto yang diambil dari penggalan Fleshdisk merek SANDISK 64 GB yang berisi rekaman kejadian,” serunya.
Oleh karena itu, Komang menganggap bahwa ketidakprofesionalan Ahli Hukum Pidana ini sangat berdampak pada netralistasnya yang keteranganya digunakan sebagai alat bukti yang sah,” pungkasnya.
Penulis : FYW
Editor : Zainul Arifin