JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Pengamat kebijakan publik Jerry Massie menilai kebijakan pemerintah yang kembali mengizinkan pemerintah daerah (pemda) menggelar rapat di hotel merupakan langkah yang tepat dan tidak perlu diperdebatkan.
Menurut Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) itu, kebijakan ini justru memberikan angin segar bagi pelaku usaha perhotelan yang sempat terpuruk akibat pembatasan anggaran pemerintah.
“Banyak hotel yang nyaris gulung tikar, terutama di Jawa Barat. Sejak adanya efisiensi anggaran, banyak alokasi dari APBN yang dipangkas, termasuk untuk kegiatan rapat di hotel dan fasilitas menginap bagi pejabat negara,” ujar Jerry melalui pesan singkat yang diterima redaksi, Kamis (12/6/2025).
Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, terdapat penurunan aktivitas perhotelan hingga 60 persen sejak kebijakan larangan rapat di hotel diberlakukan. Namun kini, para pengusaha hotel mulai bernapas lega seiring pelonggaran tersebut.
“Dengan kebijakan baru ini, pemerintah mengalokasikan anggaran kembali. Misalnya, Rp9,3 juta untuk akomodasi menteri di hotel,” ungkapnya.
Jerry menambahkan, pelonggaran ini juga berdampak positif terhadap nasib para pekerja di sektor perhotelan, katering, hingga restoran yang sebelumnya terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Saya menilai langkah ini sudah tepat dan tidak perlu menuai protes. Apa yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya Presiden dan Wakil Presiden terpilih, berpihak pada rakyat, bukan membebani,” tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi memberikan relaksasi kebijakan dengan kembali mengizinkan pemda menyelenggarakan kegiatan seperti rapat dan pertemuan di hotel.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menyebut, keputusan ini didasari dua pertimbangan utama. Pertama, realisasi belanja pemda yang masih rendah berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
“Angka belanja belum sesuai target,” kata Bima Arya, Senin (9/6/2025).
Kedua, lanjutnya, data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menunjukkan terjadi penurunan signifikan pada kinerja sektor perhotelan. Larangan kegiatan pemda di hotel membuat tingkat hunian serta frekuensi kegiatan menurun drastis, berdampak pada meningkatnya risiko PHK dan merosotnya ekosistem pendukung seperti jasa katering dan transportasi.
“Hal ini turut memukul ekosistem pendukung yang berkontribusi pada ekonomi daerah,” ujarnya.
Atas dasar itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memutuskan untuk memberikan kelonggaran, agar pemda kembali bisa menggelar kegiatan di hotel. Tujuannya, mendorong roda perekonomian lokal dan meningkatkan serapan anggaran.
“Pak Mendagri ingin belanja pemerintah daerah lebih optimal dan pertumbuhan ekonomi di daerah bisa ditingkatkan,” jelas Bima.
Meski demikian, Kemendagri menegaskan bahwa kegiatan di hotel harus dilaksanakan secara selektif, dengan mempertimbangkan substansi dan urgensi.
“Kepala daerah tentu memiliki pertimbangan dalam menyusun prioritas. Namun prinsip kehati-hatian dan efektivitas anggaran tetap harus dikedepankan,” pungkasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin