LAMONGAN, RadarBangsa.co.id — Pemerintah Kabupaten Lamongan meluncurkan Program Aksi Biru sebagai langkah konkret untuk mengembalikan ribuan anak tidak sekolah (ATS) ke bangku pendidikan. Program ini menempatkan guru sebagai ujung tombak pendampingan dalam misi besar menghapus putus sekolah di Lamongan.
Diluncurkan secara resmi di Aula Gajah Mada, Lantai 7 Gedung Pemkab Lamongan, Selasa (5/8/2025), program bertajuk Aksi Biru—singkatan dari Anak Tidak Sekolah Kembali Sekolah Melalui Bakti Insan Guru—menjadi bukti bahwa pemerintah daerah serius menangani ketimpangan akses pendidikan.
“Anak-anak ini adalah masa depan Lamongan. Jika mereka tidak kembali ke sekolah, maka kita akan menghadapi penurunan kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi pendidikan maupun ekonomi,” tegas Sekretaris Daerah Lamongan, Moh. Nalikan, saat membuka acara launching.
Data Pusdatin per Juli 2025 mencatat masih ada 7.553 anak tidak sekolah di Lamongan. Dari jumlah tersebut, 4.318 anak belum pernah mengenyam pendidikan (BPB), 1.937 anak putus sekolah (drop out), dan 1.298 anak lulus tapi tidak melanjutkan pendidikan (LTM).
Meski angka ini menurun dibandingkan tahun 2022 yang tercatat 9.002 anak, Pemkab Lamongan menyoroti masih tingginya ATS di 10 kecamatan prioritas, termasuk Brondong, Paciran, Babat, dan Laren.
“Kita tidak bisa bergerak efektif kalau data tidak akurat. Verifikasi by name by address penting agar program pendampingan tepat sasaran. Banyak kegiatan gagal karena data yang digunakan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” tambah Nalikan.
Salah satu keunikan Program Aksi Biru adalah pelibatan aktif 500 guru, baik dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) maupun IGTKI, untuk mendampingi anak-anak ATS.
Setiap guru diberi tanggung jawab mendampingi 15 anak asuh, baik yang memilih kembali ke pendidikan formal maupun jalur nonformal seperti Kejar Paket atau pendidikan kesetaraan. Pendampingan dilakukan secara rutin setiap bulan dengan pendekatan personal dan berkelanjutan.
“Kami ingin anak-anak tidak merasa dikucilkan. Mereka akan didampingi, dikunjungi, dan diberikan semangat untuk melanjutkan pendidikan. Pilihan bisa formal atau nonformal, yang penting mereka kembali belajar,” ujar Waji, penggagas program dari Dinas Pendidikan Lamongan.
Program Aksi Biru bukan hanya respons atas angka ATS, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang mewujudkan **generasi emas Lamongan**. Dengan mengembalikan anak ke sekolah, pemerintah daerah menanamkan harapan bahwa setiap anak berhak atas masa depan yang lebih baik.
Selain pendampingan, program ini juga akan terintegrasi dengan layanan pendidikan alternatif dan kolaborasi lintas sektor, termasuk penguatan peran pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan keluarga.
“Ketika guru turun langsung, perubahan nyata bisa terjadi. Inilah semangat Aksi Biru: membangun kembali jembatan antara anak-anak dan hak dasarnya untuk mengenyam pendidikan,” pungkas Waji.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin