Gelar doa, bersama telah dilakukan pada Jumat (1/7/2025), tepatnya di pingir sungai Bodri Desa Kebonharjo, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.
Koordinator aksi, Arif Fajar Hidayat, menjelaskan bahwa jebolnya tanggul terjadi akibat tingginya debit air dari Bendung Juwero pada, 21/1/2025, lalu.
Limpasan air saat itu mencapai 400 meter, melebihi kapasitas normal yang hanya berkisar ratusan meter. Akibatnya, air setinggi dua meter menggenangi pemukiman warga.
“Akibatnya Rumah warga tergenang air setinggi 350 hingga 370 meter,”ujar Arif.
Kendati demikian kata Arif, Banjir tersebut menghanyutkan apa pun yang dilaluinya, termasuk fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perekonomian lumpuh total selama beberapa pekan.
“Akibat banjir ini, kerugian material ditaksir mencapai miliaran rupiah, belum termasuk dampak psikologis yang masih dirasakan warga hingga kini,” ujar Arif.
Pasca-jebolnya tanggul, sejumlah titik di sepanjang Kali Bodri kini masuk kategori kritis. Kondisi terkini di lapangan antara lain:
Tanggul jebol sepanjang 15–20 meter yang sebelumnya diperbaiki sementara kini kembali longsor dan rawan ambrol.
Sedimentasi parah di utara tanggul Kebonharjo, Desa Cepiring, dengan panjang sekitar 300 meter dan lebar 50 meter, menghambat aliran air sungai.
Kerusakan di barat tanggul, sepanjang 250 meter tanpa berm dan pasangan batu penahan yang telah terkikis.
Arif menegaskan, apabila tidak ada penanganan segera, ancaman banjir serupa bisa terulang, mengingat setiap tahun Kali Bodri mengalami limpasan dengan ketinggian mencapai 350–400 meter.
Melalui forum ini, Petak Bodri meminta pemerintah segera melakukan percepatan penanganan tanggul Kali Bodri, terutama normalisasi aliran air melalui pengerukan sedimentasi serta penguatan tanggul permanen di titik kritis.
“Penanganan tanggul ini sifatnya prioritas karena menyangkut keselamatan ribuan warga di sepanjang aliran Kali Bodri. Kami memohon agar pemerintah segera bertindak,” tegas Arif.
Penulis : Rob
Editor : Arifin Zaenul