LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Kepala Desa (Kades) Sidomukti, ES, resmi mendekam di sel tahanan Mapolres Lamongan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. ES dituduh melakukan pungutan liar dalam proses pengurusan administrasi sertifikat tanah, dengan total nilai pungutan mencapai Rp 210 juta.
Kapolres Lamongan, AKBP Bobby Adimas Condroputra, menyampaikan bahwa penahanan ES dilakukan usai penyelidikan intensif oleh Unit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Lamongan. Penyelidikan ini berawal dari laporan yang masuk pada 29 Maret 2023 terkait dugaan pungutan liar di Kantor Desa Sidomukti.
“Setelah dilakukan pendalaman kasus oleh tim kami, tersangka ES terbukti meminta fee atau uang jasa sebesar Rp 210 juta kepada warga dalam pengurusan sertifikat tanah. Kejadian ini berlangsung pada 16 Juli 2024, dan kini tersangka telah resmi ditahan,” ujar Bobby pada Selasa (24/12).
Kasus ini bermula saat HB (57), seorang warga Gresik, ingin mengurus sertifikasi dua bidang tanah milik keluarganya yang berlokasi di Desa Sidomukti. HB berencana menjual tanah tersebut kepada pengembang perumahan di Kabupaten Lamongan, namun sertifikat tanahnya masih berupa petok C. Untuk memproses legalitas tersebut, HB meminta bantuan kepada Kades ES.
Menurut Kasat Reskrim Polres Lamongan, AKP I Made Suryadinata, ES menyetujui permintaan HB dengan syarat pembayaran sejumlah Rp 210 juta sebagai biaya pengurusan. HB yang mendesak agar tanahnya segera bersertifikat, menyanggupi syarat tersebut dan menyetor uang dalam beberapa tahap melalui transfer ke rekening pribadi tersangka di Bank BCA.
“Dalam proses penyelidikan, kami berhasil mendapatkan bukti transfer senilai Rp 210 juta ke rekening tersangka, telepon seluler iPhone, serta 20 dokumen yang terkait dengan proses pendaftaran tanah tersebut,” ungkap Suryadinata.
ES diketahui menggunakan modus meminta uang dengan alasan untuk keperluan kas desa. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, ditemukan bahwa uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. ES juga diketahui hanya bersedia menandatangani dokumen administrasi yang diperlukan jika korban telah memenuhi permintaan uangnya.
“Setelah korban mentransfer uang, tersangka baru menandatangani 20 dokumen yang diperlukan untuk proses legalitas tanah. Ini jelas melanggar hukum karena memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi,” tambah Suryadinata.
Polres Lamongan telah memeriksa 17 saksi dan melibatkan dua ahli bidang pidana dalam proses penyidikan. Berdasarkan dua alat bukti yang kuat, kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan. ES kini dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal ini mengatur hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar. ES dinilai telah menyalahgunakan jabatannya sebagai kepala desa untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Kapolres Lamongan menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum kasus ini hingga tuntas. Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak ragu melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan.
“Kami berkomitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi hingga ke akar-akarnya. Kasus ini menjadi pengingat bagi para pejabat publik agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi,” tutup Bobby.
Dengan penahanan ES, Pemerintah Desa Sidomukti diharapkan dapat kembali pulih dari dampak kasus ini, sementara pihak kepolisian terus mengawasi jalannya proses hukum. Korban HB yang merasa dirugikan pun berharap agar keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin