LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Dalam upaya memberantas praktik judi online yang kian meresahkan masyarakat, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lamongan menggelar kegiatan Jumat Curhat pada Jumat (4/7/2025) di Café Hutan Kota, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Kelurahan Jetis, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.
Kegiatan ini menjadi sarana komunikasi terbuka antara aparat kepolisian dan masyarakat, khususnya dalam membahas persoalan hukum dan kriminalitas yang berkembang di tengah warga. Fokus utama Jumat Curhat kali ini adalah penyuluhan dan diskusi seputar bahaya serta penindakan terhadap praktik judi online yang semakin marak terjadi.
Hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah perwira Satreskrim Polres Lamongan, di antaranya IPTU M. Yusuf Efendi, S.T., M.M. selaku KBO Satreskrim, IPTU Sunandar, S.H., M.H. selaku Kanit 1 Pidum, serta IPDA Wahyudi Eko Afandi, S.H., M.H. dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA).
Dalam sambutannya, IPTU M. Yusuf Efendi menyampaikan bahwa kegiatan Jumat Curhat rutin digelar setiap minggu sebagai wadah untuk menampung aspirasi, keluhan, serta masukan dari masyarakat secara langsung. Ia juga menjelaskan bahwa Satreskrim terdiri dari enam unit yang masing-masing menangani jenis tindak pidana berbeda, termasuk unit cyber crime yang menangani kasus judi online.
Sementara itu, IPTU Sunandar memberikan edukasi mengenai berbagai bentuk perjudian, baik konvensional seperti judi remi, dadu, dan sabung ayam, maupun bentuk digital yang kini menjamur melalui aplikasi dan situs daring.
“Judi online adalah kegiatan untung-untungan yang sangat merugikan. Tidak ada orang kaya karena berjudi—yang ada justru hidupnya hancur,” tegasnya.
Dalam sesi tanya jawab, Arif dari Simbatan bertanya apakah seseorang yang telah berhenti berjudi online tetap bisa dikenai sanksi hukum. Menanggapi pertanyaan tersebut, IPTU Sunandar menjelaskan bahwa riwayat digital tetap menjadi dasar pertimbangan hukum.
“Jika dari riwayat digital terbukti masih ada aktivitas perjudian, meski sudah berhenti, tetap dapat diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Setyawan dari Jetis turut menanyakan mekanisme penangkapan terhadap pelaku judi online. IPTU Sunandar menjelaskan bahwa tindakan penegakan hukum diawali dari pengumpulan informasi dan pengecekan lokasi hingga pelaksanaan penangkapan dengan surat perintah resmi.
“Penindakan kami lakukan berdasarkan data dan laporan masyarakat. Setelah lokasi dan pelaku teridentifikasi, kami tindak lanjuti dengan langkah hukum sesuai prosedur,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa dampak judi online tidak hanya menyangkut aspek ekonomi dan psikologis, tetapi juga bisa mendorong seseorang melakukan tindak kriminal lanjutan, seperti pencurian atau penggelapan.
“Banyak pelaku yang akhirnya nekat mencuri atau melakukan tindak kriminal lain demi membayar kekalahan judi. Ini jelas sangat merusak,” tambahnya.
Sementara itu, Jaya Satya Pambudi, mahasiswa Universitas Islam Darul ’Ulum (Unisda), menanyakan ancaman pidana yang dapat dikenakan terhadap pelaku judi online. IPTU Sunandar menerangkan bahwa sanksi hukum terhadap pelaku cukup berat, meskipun vonis yang dijatuhkan bergantung pada proses peradilan.
“Ancaman hukuman maksimalnya bisa mencapai 10 tahun penjara. Namun, berdasarkan data terakhir, rata-rata tuntutan yang diajukan Kejaksaan Agung untuk kasus judi online saat ini berkisar 1 tahun 4 bulan,” ungkapnya.
Kegiatan ditutup dengan penegasan bahwa judi online tidak membawa manfaat apa pun, justru menimbulkan kerugian besar baik secara lahiriah maupun batiniah. Masyarakat diimbau untuk tidak ragu melapor apabila mengetahui praktik judi online di lingkungan sekitar.
“Kami siap menerima laporan. Mencegah lebih baik daripada menyesal,” tegas IPTU Sunandar.
Ia juga menitipkan pesan kepada generasi muda agar menjauhi praktik perjudian dan fokus menjadi pribadi yang taat hukum, rajin beribadah, serta turut menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin