SIDOARJO, RadarBangsa.co.id – Penasehat Hukum (PH) dari terdakwa AS dalam kasus dugaan pemotongan insentif PBBD Sidoarjo menyampaikan pledoi di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. Tim PH tersebut berharap agar majelis hakim memberikan putusan yang adil dan obyektif dalam perkara ini.
PH terdakwa juga menyoroti tuntutan Penuntut Umum pada persidangan sebelumnya, yang menyebut terdakwa telah memperkaya diri dengan menggunakan uang shodaqoh tersebut.
Menanggapi hal ini, Nabila Amir, anggota tim PH terdakwa, menyatakan keberatan dan mempertanyakan dasar tuntutan yang menyatakan bahwa AS mempergunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
Nabila menjelaskan bahwa kekayaan terdakwa tidak mengalami peningkatan selama periode 2022-2023. Harta yang disita juga merupakan kekayaan yang telah tercatat sejak 2001-2002, sehingga timbul pertanyaan besar terkait tuduhan memperkaya diri tersebut.
“Dimana bukti terdakwa memperkaya diri? Tidak ada penambahan aset dari klien kami,” ujar Nabila usai persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (18/9).
Nabila juga menyoroti keberatan terkait Uang Pengganti (UP), di mana terdakwa diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 7,6 miliar. Menurutnya, dari bukti yang dihadirkan di persidangan, jumlah yang muncul hanya sekitar Rp 300 juta, sehingga perhitungan Uang Pengganti sebesar Rp 7 miliar tersebut dipertanyakan.
“Dari mana asal nominal Rp 7 miliar lebih itu? Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami sebagai PH terdakwa,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam persidangan, terdakwa AS juga menyampaikan pledoinya sendiri. Dalam pledoinya, ia menegaskan bahwa ia tidak pernah memberikan instruksi, baik secara tertulis maupun lisan, atau memaksa para pegawai untuk menyetorkan insentif tersebut.
“Segala bentuk shodaqoh dari insentif itu merupakan kesepakatan bersama yang sudah ada sebelum saya menjabat,” terang Ari Suryono di hadapan Majelis Hakim.
PH terdakwa lainnya, Makin Rahmat, saat membacakan Nota Pembelaan, juga memohon kepada Majelis Hakim agar memutuskan perkara ini dengan bijaksana dan adil.
“Kami memohon kebijaksanaan dari Majelis Hakim yang terhormat untuk memutuskan perkara ini secara obyektif, adil, dan tidak memihak,” jelas Makin.
Penulis : Rino
Editor : Zainul Arifin