Ratusan Nelayan Weringin Paciran Lamongan Geruduk Kantor Balai Desa, Gegara Sengketa Tanah Bibir Pantai

Warga Nelayan Weringin Desa Weru Kecamatan Paciran saat mediasi di kantor balai desa setempat

LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Buntut sengketa tanah bibir pantai, Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban Nelayan Weringin Desa Weru, Kecamatan Paciran, Senin (31/7) malam menggeruduk kantor balai desa setempat. Mereka menuntut penyelesaian sengketa jual beli tanah di wilayah bibir pantai setempat. Aksi masyarakat nelayan Desa Weru memasang beberapa spanduk berisi tuntutan.

Dia Masyarakat meminta agar penjualan aset tanah kas Desa Weru dihentikan, bahwa tanah tersebut adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dirawat. Aksi protes ini akhirnya digelar pertemuan di balai desa dengan dihadiri Forkopimcam Paciran, Satpol PP, Pemdes Weru, BPD Perwakilan LPM, tokoh masyarakat, pemuda desa, serta pihak pokmas dan pembeli tanah.

Bacaan Lainnya

Dan berdasarkan informasi yang didapat, diketahui tanah yang kini menjadi sengketa itu adalah tanah di bibir pantai yang mengalami perluasan secara alamiah karena sedimentasi. Tanah itulah yang kemudian diperjualbelikan, yang meliputi tanah di bagian barat masjid dan bagian timur masjid Desa Weru. Untuk wilayah barat, setidaknya sudah terjual belasan kapling, dan beberapa diantaranya sudah didirikan bangunan pribadi. Sedangkan untuk wilayah timur, belum terjual dan statusnya masih dipersengketakan.

Seiring berjalannya waktu, Kepala Desa Weru kemudian berinisiatif menjual tanah di bibir pantai itu. Sedangkan untuk mengelola dana hasil penjualan tanah, diserahkan kepada pihak pokmas Sari Mustika, yang dibentuk oleh Pemdes setempat. Rencananya, dana atau uang hasil penjualan tanah itu bakal dialokasikan untuk pembuatan breakwater. Akan tetapi, aliran dana itu tidak dilakukan secara transparan dan diduga hanya dimanfaatkan oleh kepentingan pribadi semata.

Salah satu pembeli tanah, Anick mengungkapkan, dirinya membeli tanah di sebelah timur masjid. Berdasarkan sidang atau pertemuan pada tanggal 5 Juli kemarin, akad jual beli itu sudah dibatalkan karena status tanah masih sengketa dan simpang siur.

“Kami membeli sebidang tanah di timur masjid sebesar Rp30 juta. Setelah itu, saya hanya diberikan kwitansi tidak resmi, malah uang itu menjadi dana sumbangan untuk pembuatan breakwater dan kami juga cuma diberikan sertifikat penghargaan tidak resmi,” ungkapnya.

Dengan dibatalkannya jual beli tanah ini, Anick bersama para pembeli lainnya menuntut agar uang yang sudah dibayarkan ke kepala desa segera dikembalikan. “Kami menuntut agar uang kami segera dikembalikan secepatnya. Kami merasa tertipu,” tandasnya.

Senada diungkapkan oleh Husnul Manaf, perwakilan dari masyarakat nelayan yang hadir. Menurutnya, saat status tanah ini belum jelas, pihak kepala desa justru berani untuk menjual tanah di bibir pantai.

“Awalnya saja sudah kliru, penjualannya juga tidak pakai kwitansi resmi, dana pembayaran dinamakan sumbangan. Selain itu, mereka yang membayar hanya diberikan sertifikat penghargaan. Sehingga kami menuntut untuk dibatalkan dan dikembalikan semua uang pembayaran,” paparnya.

Menurut pihak panitia, sambung Manaf, yang mengelola dana pembayaran pun saat dikonfirmasi tak tahu sekali ke mana muara aliran dananya. Sehingga, masyarakat menduga bahwa dana yang diklaim untuk pembelian batu breakwater ke pengusaha Desa Tlogosadang itu dikelola secara pribadi oleh kepala desa.

Ia juga menegaskan, jika akad jual beli masih dilanjutkan dan uang pembayaran tanah tidak segera dikembalikan, maka dia bersama masyarakat siap mengadu ke pihak kabupaten dan siap menempuh jalur hukum.

“Aliran dananya tidak transparan. Padahal transaksi jual beli dari tanah ini nilainya sangat besar. Panitia pengelola dana, yakni Pokmas dan pihak yang dibentuk malah tidak mengetahui aliran dana yang masuk dan keluar. Malah dikelola langsung oleh Kepala Desa, tapi tidak transparan,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Syaiful Islam saat di hadapan massa penuntut membenarkan bahwa akad jual beli telah dibatalkan, dan dia siap mendampingi proses pengembalian uang pembayaran.

Sementara Kades juga berdalih bahwa tanah di bibir pantai belum masuk peta blog desa dan belum ada surat pernyataan yang diajukan ke pihak berwenang.

Selain itu, ia juga mengaku bahwa dana dari penjualan tanah itu digunakan untuk membeli batu ke salah satu pengusaha di Desa Tlogosadang . “Pembelian batu untuk breakwater itu saat ini belum finishing. Pembayaran melalui transfer. Kami tidak keberatan jika dibatalkan, kami pun siap untuk mendampingi jika harus dibatalkan dan harus dikembalikan uang tersebut,” bebernya.

Ditempat yang sama Ketua BPD Weru Miftahudin mengatakan pertemuan ini sengaja digelar untuk agar permasalahan yang timbul di masyarakat bisa terselesaikan dan tidak lanjuti dari pertemuan sebelumnya pada tanggal 5 Juli yang belum mendapatkan titik temu.

Dia berharap dengan melibatkan beberapa unsur termasuk dari Forkopimcam dan Bappenda masalah ini bisa segera selesai, sehingga tuntutan masyarakat pun bisa diselesaikan. Ia juga meminta kepala desa Weru untuk mengklarifikasi sengketa aset atau tanah kas desa. Utamanya statis tanah di bibir pantai yang diperjualbelikan.

“Kami atas nama BPD dapat masukan bahwa ada aset atau tanah kas desa yang dipersengketakan. Mereka mempertanyakan bagaimana legalitas atau status hukum tanah di bibir pantai yang diperjualbelikan tersebut? Karena sudah ada belasan pembeli tapi muaranya tidak jelas,” pungkas Miftah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *