KEDIRI, RadarBangsa.co.id – Ratusan warga di lereng Gunung Kelud yang tergabung GEPAK (Gerakan Petani Kelud) menggugat bersama Gema PS Indonesia (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia dan PKTH Danar Kelud, Rabu, 8 Januari 2020 melakukan aksi demo di depan kantor KPH Kediri, Jalan Hasanudin Kota Kediri.
Koodinator Umum Gerakan Petani Kelud Menggugat, Mohammad Trijanto, dalam orasinya meminta pelaksanaan perhutanan sosial tanpa KKN. Menurutnya, di masa Pemerintahanan Jokowi-Amin ini, perhutanan sosial merupakan salah satu program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mewujudkan implementasi Nawa Cita Presiden Joko Widodo.
“Artinya, program perhutanan sosial ini telah menjadi maskot andalan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor ekonomi domestik. Sedangkan beberapa aturan yang telah memayungi program perhutanan sosial sangat luar biasa, di antaranya adalah Peraturan Menteri Nomor P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perum Perhutani dan Peraturan Menteri Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial,” ungkapnya.
Ditambahkannya, dari catatan yang ada bahwa selama ini penguasaan hutan oleh Kementerian Kehutanan dan Perhutani hanya meneruskan penguasaan hutan pada jaman kolonial Belanda. Saat ini Perhutani memperoleh mandat dari negara untuk menguasai 2,4 juta hektar lahan kawasan hutan di seluruh Pulau Jawa.
“Komposisi unit pengelolaan Jawa Tengah 630.7 ribu ha, Jawa Timur 1,136 juta ha, dan Jawa Barat-Banten 659,1 ribu ha. Dengan luasan itu berarti Perhutani menguasai 85,37% hutan di Jawa. Luas daratan Pulau Jawa adalah 13. 210.700 hektar, sedangkan Perhutani menguasai 18% dari luas daratan (2,4 juta hektar),” terangnya.
Dengan demikian, lanjut Mohammad Trijanto, Perhutani telah menguasai ruang ekologis publik di Pulau Jawa, sedangkan masyarakat petani sekitar hutan hanya sebagai obyek saja. Padahal diduga hampir saparo hutan yang dikelola Perum Perhutani tak terawat alias gundul.
“Cita-cita mulia progam perhutanan sosial ini di antaranya adalah akan menjadikan masyarakat sekitar hutan sebagai subyek utama secara langsung untuk menyuburkan hutan yang gundul, sehingga masyarakat miskin sekitar hutan tersebut bakal hidup lebih sejahtera dan makmur. Tetapi sayang beribu sayang, program yang luar biasa ini diduga di beberapa daerah selalu ada pihak-pihak yang berusaha menggagalkanya,” ucapnya.
Masih menurut dia, pihak-pihak yang selalu bernafsu ingin menggagalkan terlaksananya program perhutanan sosial tersebut adalah mereka yang diduga selama ini telah mampu menikmati kue manis dibalik konflik antara masyarakat sekitar hutan dengan pihak KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dan mereka bisa disebut sebagai mafia hutan.
“Patut diduga para mafia hutan tersebut telah mampu mendapatkan hasil yang melimpah karena berhasil mengeksploitasi Sumber Daya Alam di kawasan kehutanan secara ilegal dengan didukung upah tenaga kerja yang murah pula. Sehingga kehadiran program perhutanan sosial yang juga merupakan amanah dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo, UUD 1945 dan Pancasila, khususnya sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi para mafia hutan,” urainya.
Oleh karena itu pihaknya menghimbau, mendesak dan menuntut kepada KPK dan aparat penegak hukum di daerah segera menangkap para oknum Perum Perhutani yang diduga terlibat korupsi, melaksanakan percepatan program perhutanan sosial tanpa KKN di Kabupaten Kediri, mencopot atau memecat oknum Perum Perhutani yang melawan program perhutanan sosial, copot atau pecat oknum di KLHK yang mencoba menghambat program Perhutanan Sosial, mendesak Polres Kabupaten Kediri segera melakukan langkah konkrit atas beberapa laporan pengerusakan yang ada di lahan pertanian masyarakat yang diduga dimotori atau bahkan dilakukan oleh oknum Perum Perhutani. Dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, demokratis dan berwatak kerakyatan.
Sementara itu, Administratur KPH Kediri, Mustopo mengatakan, Perhutani menjaga kedaulatan kawasan dan negara berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Yang kedua, berdasarkan UU 41 tentang Kehutanan. Ketiga berdasarkan PP 72 tentang Perum Perhutani.
“Terkait dengan program nasional perhutanan sosial kita mendukung sepenuhnya untuk tujuan ekonomi kerakyatan, yang selanjutnya yang dituntut oleh temen-temen masyarakat ini adalah mereka memaksa untuk saya menandatangani NKK yang menjadi satu kelengkapan di dalam proses pemenuhan persyaratan perhutanan sosial. Permasalahan pertama yang harus clear and clean adalah otentik batas administratif di Desa Asmorobangun dan desa lainnya,” katanya.
Batas administratif desa yang ada pangkuan atau wilayahnya di dalam kawasan hutan ditetapkan menjadi kawasan hutan pangkuan desa sebagai dasar untuk progress ke depan. “Jadi, yang pertama badan antrantif desa, kedua adalah KPD, ketiga yang harus di-clear-kan adalah lembaga desa terkait, yaitu lembaga masyarakat desa hutan dari desa tersebut itu harus ada legal formalnya untuk kerjasama, seperti ada akta notaris, ada penguatan dari Kementrian Hukum dan HAM, kemudian berikutnya anggota LMDH harus punya legalitas KK-nya nomor KTP nya itu harus clear. Selain itu, LMDH tersebut harus melengkapi AD/ART nya, setelah itu lengkap KHPD nya jelas, nanti kita progres untuk prosedur pengajuan kehutanan sosialnya,” terangnya. (Mas Jay)