LAMONGAN, RadarBangsa.co.id – Kebebasan pers yang dijamin konstitusi kembali diuji di Lamongan. Seorang pria berinisial RM dilaporkan ke Polres Lamongan atas dugaan menghalang-halangi tugas jurnalistik serta melakukan intimidasi terhadap wartawan Surat Kabar Harian Memorandum, Syaiful Anam, yang akrab disapa Bang Ipul.
Laporan tersebut diajukan setelah insiden pada Senin (15/9/2025). Dalam pertemuan di belakang Plaza Lamongan, RM diduga mendesak Syaiful agar menurunkan berita berjudul “Program Crombook Dinas Pendidikan Lamongan Juga Tercium Aroma Dugaan Korupsi” yang telah tayang di laman Memorandum.disway.id.
Tak hanya memaksa, RM disebut-sebut mengaku sebagai “eksekutor di wilayah Jawa Timur”. Ia bahkan secara terbuka melontarkan ancaman akan “melakukan eksekusi di jalan” jika permintaan tidak dipenuhi.
Situasi kian memanas ketika RM datang bersama seorang rekannya berinisial ZL, yang diam-diam mengambil foto pertemuan tanpa izin dan menyebarkannya ke pihak lain sebelum akhirnya dihapus.
Menanggapi insiden itu, Syaiful menegaskan dirinya hanya melaksanakan tugas sesuai kode etik.
“Kami tidak pernah melakukan take down berita tanpa dasar. Kalau ada keberatan, silakan gunakan hak jawab atau tempuh mekanisme Dewan Pers,” kata Syaiful, Kamis (2/10/2025).
Dalam laporan yang disampaikan, Syaiful turut menyertakan bukti berupa salinan surat tugas, kartu identitas wartawan, riwayat percakapan WhatsApp dengan RM, foto saat kejadian, serta keterangan sejumlah saksi.
Yang membuat kasus ini semakin serius, Syaiful mengaku RM sempat menyebut pernah “mengambil wartawan dan LSM, dimasukkan ke dalam karung lalu dibuang ke sungai atau hutan”.
“Ini bukan sekadar ancaman pribadi, tapi intimidasi terhadap kebebasan pers yang dijamin konstitusi,” tegasnya.
Melalui laporannya, Syaiful meminta Polres Lamongan mengusut tuntas dugaan penghalangan kerja wartawan, memproses hukum pelaku berdasarkan Undang-Undang Pers, serta menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis.
“Jangan sampai ada pembiaran. Kalau ini tidak disikapi, bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di daerah,” ujarnya.
Kasus ini berpotensi menjerat pelaku dengan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur sanksi pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta bagi pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja jurnalistik.
Peristiwa ini pun mendapat perhatian serius dari kalangan jurnalis Lamongan. Mereka menilai dugaan intimidasi tersebut bukan hanya serangan terhadap seorang wartawan, melainkan ancaman nyata bagi kebebasan pers dan iklim kerja yang aman di lapangan.
“Kami berharap kepolisian menunjukkan keberpihakan pada hukum dan konstitusi, agar wartawan bisa bekerja tanpa rasa takut,” pungkas Syaiful.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin