KOTA BATU, RadarBangsa.co.id – Upaya mediasi antara terduga pelaku dan keluarga korban dalam kasus dugaan pencabulan di Kecamatan Batu, Jawa Timur, dipastikan tidak akan menghentikan proses hukum. Kepolisian menegaskan, perkara ini termasuk kategori tindak pidana yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ).
Kasat Reskrim Polres Batu, Iptu Joko Suprianto, menjelaskan bahwa aturan ini sudah jelas diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dalam peraturan tersebut, kejahatan terhadap kesusilaan seperti pencabulan termasuk dalam daftar kasus yang dikecualikan dari penyelesaian damai.
“Setiap bentuk kekerasan seksual, termasuk pencabulan, adalah extraordinary crime yang tidak bisa dihentikan dengan Restorative Justice,” ujar Joko mewakili Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, Jumat (15/8/2025).
Ia menegaskan, kesepakatan damai atau pemberian kompensasi tidak menghapus proses hukum. Kasus pencabulan merupakan delik umum yang menyangkut kepentingan publik, sehingga penyelidikan dan penyidikan akan tetap berjalan meski para pihak sepakat berdamai.
Selain itu, Joko mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba menghalangi jalannya proses hukum. Menurutnya, tindakan seperti memberikan tekanan, intimidasi, atau tawaran uang damai kepada korban justru dapat masuk dalam kategori tindak pidana baru.
“Kami tidak ingin ada yang bermain di luar hukum. Perlindungan terhadap korban adalah prioritas, dan proses hukum harus dijalankan sesuai prosedur,” tegasnya.
Kasus dugaan pencabulan ini menjadi perhatian publik setelah beredar kabar bahwa keluarga tersangka mencoba menempuh jalur mediasi. Langkah itu menuai perdebatan di masyarakat, mengingat perbuatan yang disangkakan menyentuh ranah kesusilaan.
Dalam sistem hukum Indonesia, Restorative Justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara yang mengutamakan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, namun tidak berlaku untuk kejahatan tertentu, termasuk kekerasan seksual. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan ketentuan dalam KUHP yang menggolongkan pencabulan sebagai tindak pidana serius.
Joko menambahkan, praktik mediasi dalam perkara pencabulan justru berpotensi mengabaikan rasa keadilan bagi korban. Dengan menjalankan proses hukum penuh, pihak kepolisian berharap dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan menjadi peringatan keras bagi siapa pun untuk tidak melakukan kekerasan seksual.
“Kasus ini pengingat bahwa perlindungan korban adalah yang utama, dan penegakan hukum adalah kewajiban. Tidak ada ruang untuk negosiasi dalam kejahatan kesusilaan,” tutup Joko.
Penulis : wanto
Editor : Zainul Arifin