MATARAM, RadarBangsa.co.id – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus memperkuat upaya pencegahan perkawinan anak melalui kolaborasi lintas sektor. Salah satu langkah strategis yang ditempuh yakni menjalin kerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) dalam program BERANI II (Better Reproductive Health and Rights for All in Indonesia).
Program ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi perempuan, sekaligus menekan angka perkawinan anak melalui intervensi berbasis desa.
Ketua Tim Penggerak PKK NTB, Bunda Sinta Agathia Iqbal, menggelar rapat koordinasi bersama Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Sahan, dan Perwakilan UNICEF, Zubedy Koteng, pada Senin (19/5/2025).
Pertemuan tersebut membahas strategi penurunan angka perkawinan anak, terutama di tiga kabupaten dengan prevalensi tertinggi.
“Saya rasa ada tiga aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni anak remaja itu sendiri, orang tua, dan lingkungan sekolahnya,” ujar Bunda Sinta dalam paparannya.
Ia menegaskan komitmennya untuk menekan angka pernikahan anak di NTB hingga nol kasus, melalui kerja sama lintas sektor dan sinergi antarinstansi.
“Saya berharap seluruh dinas dan pihak terkait bisa bergerak sejalan untuk mewujudkan hal ini,” imbuhnya.
Bunda Sinta menambahkan, tingginya angka perkawinan anak di NTB turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus stunting dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Ini menjadi tantangan besar yang harus diatasi bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Perwakilan UNICEF, Zubedy Koteng, menjelaskan bahwa program BERANI merupakan kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kanada.
Program ini menargetkan lima strategi utama: penguatan kapasitas anak, penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan akses layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, serta koordinasi antarpemangku kepentingan.
Di sisi lain, Ketua LPA NTB, Sahan, menyebutkan bahwa provinsi NTB menduduki peringkat pertama secara nasional dalam kasus perkawinan anak, dengan angka prevalensi mencapai 17,32 persen.
Angka tersebut tersebar di tiga kabupaten: Lombok Tengah (29,9%), Lombok Timur (21%), dan Lombok Utara (19%), yang mencakup lima desa di masing-masing kabupaten.
“Alhamdulillah, dari total 15 desa, kami berhasil menurunkan jumlah kasus dari sekitar 120 menjadi 65 kasus,” ungkap Sahan.
Berdasarkan data UNICEF tahun 2023, terdapat 25,53 juta perempuan di Indonesia yang menikah sebelum usia 18 tahun. Indonesia saat ini berada di peringkat keempat dunia dalam kasus perkawinan anak, setelah India, Bangladesh, dan Tiongkok.
Penulis : Aini
Editor : Zainul Arifin