SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Fakta baru muncul dalam sidang dugaan korupsi proyek Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Nama Moch. Wahyudi, terdakwa sekaligus mantan Kepala Dinas Peternakan, ternyata tak pernah disebut dalam keterangan saksi maupun terdakwa lain.
Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi proyek Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan, Kamis (14/8/2025), dengan agenda pemeriksaan terdakwa Moch. Wahyudi. Dalam proses tersebut, terungkap bahwa baik saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun dua terdakwa lain, Sandi dan Davis, tidak pernah menyebut nama Wahyudi terkait keterlibatan dalam proyek, baik pada tahap perencanaan, proses lelang, maupun pelaksanaan.
Sidang yang teregister dengan nomor perkara 72/Pid.Sus-TPK/2025/PN Sby dipimpin Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani, SH, dengan anggota Ibnu Abbas Ali, SH, dan Athoillah, SH. Jaksa mempertanyakan peran Wahyudi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.
Wahyudi menjelaskan bahwa tugasnya mencakup penyusunan berita acara, perencanaan, hingga surat permohonan. Ia menegaskan, tidak menandatangani dokumen Berita Acara Kaji Ulang Pengurukan yang menjadi salah satu dasar kelanjutan proyek. “Mestinya proyek itu tidak dilanjutkan karena tidak ada tanda tangan saya,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Jaksa juga menyinggung tanggung jawab atas dokumen pengadaan, HPS, RAB, dan kontrak. Wahyudi mengakui secara hukum PPK bertanggung jawab, namun pelaksana teknis berada di bawah PPTK, tim pengadaan, dan tim teknis. Ia menambahkan, penunjukan dirinya sebagai PPK dilakukan karena jabatannya sebagai Kepala Dinas, bukan atas inisiatif pribadi.
Kuasa hukum Wahyudi, Muhammad Ridlwan, SH, menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menguatkan dakwaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP terhadap kliennya. “Pasal 55 mensyaratkan adanya kesepakatan dan niat jahat. Fakta persidangan membuktikan tidak ada hal itu. Pak Wahyudi hanya menjalankan fungsi administratif dengan itikad baik,” kata Ridlwan.
Ia juga mengungkap bahwa dugaan kerugian negara sebesar Rp92 juta yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah dikembalikan oleh rekanan sebelum proses penyidikan. Temuan dari Kantor Akuntan Publik yang dianggap tidak jelas pun telah dilunasi pihak ketiga. “Kerugian negara sudah dipulihkan, bahkan RPHU memberi manfaat sebagai sumber PAD Lamongan. Memaksakan perkara ini adalah bentuk ketidakadilan,” ujarnya.
Menurut Ridlwan, perkara ini sarat tebang pilih. “Banyak kasus lain dengan kerugian lebih besar dihentikan setelah kerugian dikembalikan. Di sini, meski kerugian sudah dipulihkan, perkara tetap dilanjutkan. Kami berharap majelis hakim obyektif,” tambahnya.
Sebelum menutup sidang, Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani menyampaikan bahwa putusan akan didasarkan pada fakta hukum dan pertimbangan nurani. “Putusan nanti akan membuka peluang upaya hukum, baik banding maupun kasasi. Kalau bisa bebas, silakan bebas,” tegasnya.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin