SURABAYA, RadarBangsa.co.id – Industri media lokal tengah menghadapi tekanan berat akibat gempuran platform asing yang semakin mendominasi pangsa pasar iklan digital di Indonesia. Di berbagai daerah, media lokal terpaksa menutup biro hingga mengurangi jumlah karyawan lantaran pendapatan iklan anjlok drastis. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan mendalam bagi Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, yang akrab disapa Ning Lia.
Dalam keterangannya pada Jumat (26/9), Ning Lia menegaskan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan media lokal dari keterpurukan. Salah satu usulan strategis yang ia dorong adalah penghapusan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas iklan yang tayang di media lokal.
“Media lokal tidak hanya kehilangan pendapatan, tetapi juga daya saing akibat beban fiskal yang tidak adil. Kalau pendapatan mereka terus dipotong oleh PPh dan PPN, bagaimana mereka bisa bertahan? Pemerintah harus hadir, bukan malah menekan,” kata Ning Lia.
Ia menilai anggapan bahwa penghapusan pajak akan mengurangi pendapatan negara merupakan pemikiran jangka pendek. Sebaliknya, langkah itu bisa dilihat sebagai investasi strategis demi memperkuat demokrasi sekaligus menjaga keberagaman informasi di daerah.
“Media lokal adalah pilar demokrasi. Mereka merekam realitas sosial di akar rumput yang sering luput dari perhatian media nasional, apalagi platform global. Menguatkan mereka berarti menguatkan suara rakyat,” tegasnya.
Putri dari KH Maskur Hasyim tersebut menambahkan bahwa pemerintah masih memiliki banyak opsi untuk menjaga pemasukan negara melalui sektor lain yang lebih potensial tanpa harus membebani industri media. Menurutnya, negara justru harus memberi ruang tumbuh bagi media lokal agar bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan global.
Selain menghapus pajak, Ning Lia juga mendorong adanya kolaborasi nyata antara media lokal dengan media nasional. Ia mencontohkan langkah Promedia, salah satu jaringan media yang aktif menjalin kemitraan dengan media lokal melalui pelatihan, kolaborasi konten, hingga strategi monetisasi bersama.
“Keberlanjutan media tidak bisa hanya dibebankan pada media itu sendiri. Harus ada kolaborasi aktif. Negara pun perlu berpikir lebih strategis, bukan sekadar mengandalkan pajak aktif, tapi juga mengembangkan strategi pasif yang membangun ekosistem,” jelasnya.
Tak hanya itu, Ning Lia menyoroti tantangan baru yang muncul seiring berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, banyak konten media lokal kini diserap oleh sistem AI global tanpa ada perlindungan memadai terhadap hak cipta dan kontribusi media tersebut.
“Kalau AI belajar dari media kita tapi tak ada perlindungan, itu berbahaya. Media lokal harus membangun identitas digital yang kuat, punya tagline khas, dan aktif dalam membentuk positioning agar tidak hanya jadi objek, tapi juga subjek dalam ekosistem digital global,” ujarnya.
Ia pun mendorong agar pemerintah bersama komunitas media menyusun kerangka kerja perlindungan data dan konten lokal yang dapat dijadikan rujukan global. Dengan begitu, konten media lokal tidak hanya dikonsumsi, tetapi juga diakui serta dilindungi secara etis oleh pengembang teknologi.
“Kalau tidak ada regulasi yang melindungi, media lokal akan terus terpinggirkan. Ini waktunya negara hadir dengan kebijakan yang berpihak pada kedaulatan informasi,” pungkas Ning Lia.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin