RadarBangsa.co.id – Berbicara mengenai peternakan yang ada di Indonesia, sebenarnya negara kepulauan Republik Indonesia yang memiliki luas lahan berjuta-juta kilometer sangat cocok ditempati untuk bisnis peternakan.
Dengan adanya bisnis peternakan, diharapkan dapat menghasilkan produk yang mampu memenuhi kebutuhan pangan hewani masyarakat Indonesia.
Saat ini, jumlah penduduk di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Namun, peningkatan jumlah penduduk tersebut ternyata tidak sejalan dengan hasil produksi ternak dari sapi maupun kerbau lantaran pasokan dari hasil ternak sapi selalu mengalami kekurangan yang cukup signifikan.
Hal tersebut membuat pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membuat kebijakan impor melalui negara tetangga.
Seharusnya dengan solusi dari pemerintah tersebut permasalahan dapat terselesaikan, ternyata dikabarkan situasi belum juga membaik, dikarenakan petani ternak yang merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut.
Efek dari produk impor yang banting harga di pasaran, membuat harga produk impor jauh dibawah dari harga produk lokal. Sehingga membuat masyarakat lebih memilih harga yang murah jika dibandingkan dengan produk lokal yang harganya meningkat.
Dengan adanya beberapa permasalahan akhirnya Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Peternakan membuat sebuah inovasi sebuah program bernama UPSUS SIWAB (Upaya Khusus Percepatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting).
UPSUS SIWAB merupakan sebuah program dari pemerintah untuk mempercapat peningkatan populasi ternak pada sapi bunting betina yang berumur 2-8 tahun. Diharapkan dengan meningkatnya populasi ternak sapi dan kerbau secara signifikan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara merata.
Dikutip dari berita Kementan, program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada tanggal 3 Oktober 2016.
“Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi yang ditargetkan Presiden Joko Widodo tercapai pada 2026 mendatang serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan asal hewan, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat,” jelas Mentan.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian (Mentan) menyatakan bahwa secara nasional jumlah populasi ternak sapi potong dan sapi perah tahun 2017 mengalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2016, dimana sapi potong 16,4 juta ekor (meningkat 2,70%) dan sapi perah 0,54 juta ekor (meningkat 1,22%). Begitu juga pada tahun 2018 dimana sapi potong 17,05 juta ekor (meningkat 3,77%) dan sapi perah 0,55 juta ekor (meningkat 1,85%) dibandingkan tahun 2017.
Dengan meningkatnya populasi ternak dapat diimbangi dengan produksi dari ternak yang bisa dikatakan menempati posisi atas. Dengan kondisi tersebut memberikan peluang untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Dengan seiring kenaikan populasi ternak sapi yang signifikan, ternyata berbanding terbalik dengan kebutuhan pangan masyarakat yang mengalami penurunan. Pada tahun 2016 total kebutuhan daging sapi mencapai 678.860 ton, sedangan stok daging sapi sebesar 531.009 ton. Yang artinya pemerintah harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan daging sapi sebesar 147.851 ton.
Namun, di tahun 2017 total kebutuhan daging sapi berkurang menjadi 475.559, sedangkan stok daging sapi yang tersedia sebanyak 354.770 ton. Berarti pada tahun 2017 perlu adanya pasokan impor sebesar 120.789 ton.
Jika dilihat dari segi impor, pemerintah sudah berhasil menekan nilai impor daging sapi yang awalnya 147.851 ton (tahun 2016) menjadi 120.789 ton (tahun 2017), hal tersebut sama dengan menurunkan nilai impor sebesar 18,30%.
Namun,di sisi lain masyarakat Indonesia ternyata masih dikatakan rendah dalam hal mengkonsumsi protein hewani (daging sapi) jika dibandingkan dengan negara lain. Karena rata rata konsumsi daging sapi sebesar 2,6 kg perkapita penduduk.
Dalam hal tersebut, upaya Kementan untuk menurunkan nilai impor ternyata dapat dikatakan berhasil pada tahun 2017 yang berawal dari menggenjot populasi ternak sapi hingga dapat menurunkan nilai impor ternak sapi.
Tak hanya nilai impor sapi, pemerintah juga harus memperhatikan tingkat konsumsi per kapita penduduk agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan gizi protein. Sehingga dapat meningkatkan nilai konsumsi daging sapi yang tinggi.
Diharapkan agar program UPSUS SIWAB ini dapat berjalan dengan semestinya supaya dapat memberikan kesejahteraan terhadap peternak sapi dan kerbau maupun masyarakat.
Dengan berhasilnya program ini semoga dapat memenuhi kebutuhan pangan hewani, sehingga negara kita tidak lagi melakukan impor besar besaran kepada negara lain.
Maka dari itu, perlu adanya kerjasama antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten agar swasembada ternak sapi dan kerbau dapat tercapai.(Priyo Waskito/Red)