JAKARTA, RadarBangsa.co.id – Dalam momentum menuju Hari Pers Nasional (HPN) 2026 di Banten, Wakil Presiden ke-13 RI KH. Ma’ruf Amin mengajak insan pers Indonesia menelusuri kembali sejarah “Geger Cilegon” perlawanan rakyat dan ulama Banten pada 1888 yang menyimpan napas spiritual dan nasionalisme awal bangsa.
Suasana hangat menyelimuti kediaman KH. Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (4/11/2025), ketika ia menerima kunjungan Pengurus Pusat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Di hadapan para jurnalis, Ma’ruf Amin menyampaikan pesan yang menukik: agar dunia media tak sekadar menulis berita terkini, tetapi juga menyalakan kembali ingatan kolektif bangsa melalui sejarah perjuangan lokal.
“Dari Cilegon, api perlawanan itu menyala. Ulama dan rakyat bersatu menegakkan martabat bangsa. Pers harus menulisnya kembali, agar generasi muda paham bahwa kemerdekaan lahir dari iman dan keberanian,” ujar Ma’ruf Amin dengan nada penuh keyakinan.
Pandangan tersebut menegaskan bahwa sejarah bukan sekadar masa lalu, melainkan sumber nilai moral yang membentuk identitas bangsa. “Geger Cilegon” — yang meletus pada 1888 — tidak hanya mencatat pemberontakan rakyat terhadap kolonial Belanda, tetapi juga menandai lahirnya kesadaran spiritual dan sosial yang berakar pada keadilan.
Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, dalam karya monumentalnya Pemberontakan Petani Banten 1888, menulis bahwa perlawanan Cilegon digerakkan oleh kesadaran keagamaan dan semangat menegakkan keadilan sosial. Bagi Sartono, peristiwa itu adalah “jembatan” antara gerakan keagamaan dan embrio nasionalisme Indonesia.
“Islam menjadi energi moral bagi rakyat dalam menolak penindasan kolonial,” tulis Sartono dalam kajian yang hingga kini menjadi rujukan akademis internasional.
Ma’ruf Amin melihat peran media sebagai penghubung antara sejarah dan kesadaran masa kini. Ia menyebut penulisan ulang kisah perjuangan rakyat sebagai *jihad intelektual* yang tak kalah penting dari pemberitaan politik dan ekonomi. “Media jangan hanya bicara tentang hari ini. Jurnalisme sejarah adalah penjaga ingatan bangsa,” tegasnya.
Ketua Umum SMSI, Firdaus, merespons ajakan itu dengan antusias. Ia menilai pesan Wapres sejalan dengan semangat HPN 2026 yang akan digelar di Banten, tanah kelahiran para ulama pejuang. “Kami akan menggerakkan anggota SMSI di seluruh daerah untuk menelusuri kisah lokal yang membentuk karakter nasional. Ini bukan sekadar liputan sejarah, tapi misi kebangsaan,” ujarnya.
Bagi banyak kalangan, “Geger Cilegon” bukan sekadar catatan heroik, melainkan refleksi tentang kekuatan iman, solidaritas sosial, dan keberanian moral menghadapi ketidakadilan. Di tengah era digital yang sarat informasi cepat, pesan Ma’ruf Amin terasa relevan: pers perlu menjadi ruang bagi ingatan sejarah agar nilai perjuangan tak larut dalam arus sensasi.
Seabad lebih setelah Geger Cilegon, gema perlawanan dari tanah ulama itu kembali dipanggil oleh seorang wakil presiden yang juga putra Banten. Bukan untuk romantisasi masa lalu, melainkan untuk mengingatkan bahwa kekuatan moral yang dahulu menggerakkan rakyat masih menjadi fondasi penting bagi jurnalisme dan bangsa hari ini.
Penulis : Nul
Editor : Zainul Arifin









